PANCASILAKU SAYANG, PANCASILAKU MALANG
Oleh : Ahmad
Taftadjani
PANCASILA sebagai Falsafah Negara
sekaligus Dasar Negara Republik Indonesia setiap tanggal 01 juni diperingati
sebagai hari lahirnya Pancasila yang digali dari nilai – nilai luhur bangsa Indonesia
oleh Bung Karno dkk.
Kebanggaan
dan kekaguman terhadap Pancasila bukan hanya dari kita sebagai warga negara
Indonesia tetapi Presiden Obama pun baru – baru ini dalam ceramahnya di salah
satu perguruan tinggi di Indonesia menyatakan kekaguman yang luar biasa
terhadap Pancasila, karena memang nilai-nilai dari kelima sila Pancasila itu
sangat sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang beradab terutama
sekali sangat sesuai dengan fitrah bangsa Indonesia yang agamis dan pluralis.
Sudahkah bangsa Indonesia berprilaku sesuai dengan nilai- nilai Pancasila ?
PANCASILA PADA
ORDE LAMA.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun
1945 telah enam Presiden memimpin Republik tercinta ini, yaitu Soekarno,
Suharto, Habibi, Gus Dur, Megawati. Tercatat dua Presiden yang berkuasa sangat
lama yaitu Presiden Sukarno 20 tahun dan Presiden Suharto 30 tahun.
Dengan
sangat lamanya kekuasaan dua Presiden tersebut sudah pasti sangat mewarnai
karakter bangsa Indonesia baik yang positif maupun yang negatif. Sejak
ditetapkannya Pancasila sebagai Dasar Negara dalam pelaksanaannya sangat
memprihatinkan. Lihatlah nasib Pancasila di zaman Soekarno yang note bene
sebagai penggali Pancasila terutama era tahun 60-an, hampir saja Pancasila
hilang dari bumi Indonesia dimana Soekarno membanggakan NASAKOM ( Nasional,
Agama, Komunis ). Yang didukung masing –
masing tokoh pada saat itu yaitu Waperdam I Cherul Saleh ( Nasional ), Waperdam II Idham
Cholid ( Agama ), dan Waperdam III Aidit ( Komunis ). Ada yang berusaha NASAKOM
menjadi “Trisila” yang pada akhirnya akan menjadi “Ekasila” yaitu “Marhaenisme”
( Marxisme ala Indonesia ).
Beruntung
masih banyak tokoh – tokoh yang menentang terutama dari kalangan Masyumi. Pada
masa pemerintahan Soekarno sila ketiga yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan” tidak dilaksanakan
sama sekali, sejak pemilu pertama tahun 1955 tidak ada lagi pemilu. Demokrasi
Pancasila diubah menjadi “Demokrasi Terpimpin” dan Soekarno dinyatakan sebagai
Presiden seumur hidup.
PANCASILA PADA
ERA ORDE BARU
Pada era pemerintahan Presiden
Suharto (Orde Baru) nasib pancasila tetap masih memprihatinkan, orde baru yang diciptakan
sebagai koreksi total terhadap orde lama yang dipandang tidak melaksanakan
Pancasila secara murni dan konsekuen malah dalam pelaksanaan pemerintahannya
banyak sekali yang tidak sesuai dengan sila – sila Pancasila. Salah satu contoh
adanya Rezim Militer yang ditandai dengan mengangkat hampir semua Bupati dan
Gubernur dari kalangan militer demikian juga jabatan – jabatan vital di
pemerintahan. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan sila “Kemanusiaan yang
adil dan beradab” dimana masyarakat sipil tidak mendapat keadilan terutama
dalam hal ingin menjadi kepala daerah, karena seolah olah jabatan kepala daerah
hanyalah milik ABRI. Kemudian setiap PNS dan Kepala Desa harus Golkar, bila
bukan Golkar terancam dipecat setidaknya selalu di intimidasi oleh atasan. Hal
ini tentu saja tidak sesuai dengan sila “ kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan “ sehingga bagi PNS dan kades
setiap pemilu harus memilih Golkar suka atau tidak suka.
Yang
lebih memperihatinkan sekali adalah seperti diturunkanya derajat pancasila dari
suatu filsafat (Falsafah Negara) menjadi sebuah ilmu pengetahuan yang diajarkan
di sekolah – sekolah sebagai mata pelajaran dan bahan hafalan terutama
menghafal butir – butir Pancasila yang berjumlah sangat banyak pada setiap
silanya. Pada saat itu Menteri Agama (Alamsyah Ratu Perwira Negara ) tidak
setuju dengan diajarkanya mata pelajaran PMP disekolah/madrasah karena di
samping tidak akan berguna karena mengubah pancasila dari sebagai “Tuntunan” (
Psycomotor ) menjadi hanya sebuah Pengetahuan ( Kognitif ) dan dampak ikutanya
adalah “ Pendangkalan “ keagamaan para siswa karena isi buku PMP itu sarat
dengan faham Skuler. Masih beruntung bangsa Indonesia, akhirnya buku itu
dilarang di ajarkan di sekolah – sekolah. Maka dari itu bila pemerintah mau
kembali menjadikan Pancasila sebagai ilmu pengetahuan sepertinya mau
menjerumuskan diri pada lubang yang sama alias mengulangi perbuatan yang
sia-sia. Salah satu buktinya banyak para Manggala BP.7 yang menjadi nara sumber
P.4 pada era orde baru terlibat kasus KKN, artinya mereka yang “nglotok” dalam
ilmu Pancasila tidak menjadi pancasilais sejati.
PANCASILA PADA
ERA REFORMASI
Sejak reformasi digulirkan yang
dimotori oleh Amin Rais dkk. Ada upaya diterapkannya Pancasila secara benar.
Presiden Habibi ketika berkuasa mengangkat beberapa menteri yang berasal dari
partai PPP dan PDI dimana era Orde Baru jatah menteri hanya untuk ABRI dan
Golkar, artinya presiden Habibi dalam melaksanakan pemerintahannya telah
menyesuaikan diri dengan sila “Persatuan Indonesia dan Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan”.
Demikian
juga dengan presiden Gus Dur dengan menetapkan kehidupan berbangsa Indonesia
secara Bhineka Tunggal Ika walau dalam hal membolehkan komunis hidup di
Indonesia bertentangan dengan sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” dimana ajaran
komunis itu tidak mempercayai adanya tuhan.Presiden Megawati dan presiden SBY
juga berupaya menerapkan Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan
bernegara Indonesia, namun dalam perjalanan reformasi Indonesia kembali
Pancasila mendapat saingan dengan apa yang disebut HAM (falsafahnya orang
barat) yang sudah pasti tidak akan sesuai dengan norma bangsa Indonesia dengan
adat dan nilai ketimurannya.Mungkin dalam beberapa pasal HAM ada yang sesuai
tetapi pasti banyak yang tidak sesuai dengan Pancasila, karena bangsa barat
(Amerika dan eropah) cenderung skuler sementara bangsa Indonesia adalah bangsa
yang agamis seperti yang digambarkan oleh sila pertama Pancasila dengan lambang
“bintang”. Betapa gandrungnya orang-orang muda Indonesia terhadap HAM ala barat
tersebut dimana inti dari HAM adalah
“kebebasan “.
Dengan
atas nama kebebasan itulah banyak warga bangsa Indonesia berekspresi semaunya
dalam segala hal, sepertinya mereka lupa bahwa kebebasan bangsa Indonesia
berada dalam koridor Pancasila. Sebagai contoh kebebasan dalam seni (film)
banyak yang sengaja menayangkan yang berbau porno dan tahayul. Dalam film tentang pendidikan secara sengaja
mengajak para remaja untuk tidak hormat kepada orang tua dimana dalam adegannya
betapa guru dengan sosok yang “bloon dan lucu” diledeki oleh murid-muridnya.
Pertentangan antar a FPI dan Ahmadiyah juga akibat terlalu mengagung-agungkan
HAM melebihi Pancasila sehingga Ahmadiyah merasa berhak melakukan aktifitasnya
berdasarkan kebebasan walaupun nyata-nyata melecehkan ajaran Islam dan FPI
merasa berhak menentangnya berdasarkan kebebasan pula. Di era reformasi ini
betapa jauhnya para politisi dari nilai-nilai Pancasila yang luhur itu dengan
saling menyerang dan menelanjangi lawan-lawan politiknya, bukannya saling bahu-
membahu memperjuangkan kepentingan rakyat malah lebih mementingkan diri dan
kelompoknya saja, bagaimana mungkin rakyat percaya pada wakilnya yang seperti
itu. Kalaupun para politisi itu bicara atas nama rakyat, rakyat disini
pengertiannya adalah” kami” yaitu kelompoknya bukan “kita” semua rakyat
Indonesia.(Ukun Kurnia,Radar Banten 13Juni 2011).
Melihat
terlalu bebasnya kehidupan di era reformasi ini dan seperti adanya pembiaran
oleh pemerintah membuat para orang tua Indonesia mejadi “samar polah” (bingung)
saking bingungnya sehingga yang terlontar adalah kalimat “reformasi telah
kebablasan” padahal yang sebenarnya adalah reformasi tidak jalan.
Ahirnya
marilah sila Ketuhanan Yang Maha Esa kita jadikan inti dari semua perbuatan
kita,coba tengok lagi lambang yang ada pada dada Garuda Pancasila, lambang
bintang (Ketuhanan Yang Maha Esa) berada ditengah-tengah dan dikelilingi
lambang lainnya yaitu rantai,pohon beringin,kepala banteng dan padi kapas,itu
petunjuk dari para leluhur bangsa kita bahwa berpeganglah semuanya pada agama
karena semua apa yang kita perbuat akan diminta pertanggung jawabannya
dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
(Reupload ini seizin empunya, maklum bapak sendiri :v)