Senin, 29 Januari 2018

Bijaksana dgn media berita online di sosmed yg Hoax apalagi Hoax yg membangun

Medsos era kekinian tidak jarang membuat jengkel, terasa di awal tahun ini di kabupaten saya sendiri yg baru dilanda musibah gempa bumi yg terus terjadi beberapa hari, ada 1 hari terjadi 3 kali gempa, eh besoknya 2 kali gempa dan mengorbankan ratusan bangunan, tiba-tiba ada berita musibah, lah wajar kalo ada musibah lalu ada berita, tapi yg gak wajar ada org yg nyebarin foto-foto musibah tempat lain yg dibilang di "Lebak", ternyata fotonya jalan retak di Garut. Betapa kurang ajarnya, yg memang bukan bikin meme ttg musibah, tapi bahkan musibah dibikin sebar info hoax, apalagi kejadiannya "seketika", baru terjadi bentar eh foto hoax bertebaran, bahkan emakku dan aku sempet termakan, ngira foto itu beneran.
Atau kejadian mengesalkan lain adalah penyebaran propaganda atau doktrin-doktrin yg bertentangan dgn kenyamanan umum yang kalo liat bikin merasa "wah bahaya, ngajak gak bener ini". Atau pendapat org bener yg kita yakini kebaikannya di "potong-potong" dan dipasang judul yg aneh-aneh atau menjelek-jelekan. Seperti isu LGBT yg sedang ramai, ada saja media massa yg dlm beberapa artikelnya seperti mendukung dan ngajak membenarkan perilaku bertentangan dgn nilai moral adat bangsa ini.
Lalu dengan realita-realita seperti diatas, apa yg mesti dilakukan dengan media sosial ? Berikut adalah sedikit pemikiran saya ttg yg mestinya dilakukan untuk menyikapi hal-hal diatas.
Pertama kita harus sadar bahwa fenomena seperti diatas memang ada, dan harus maklum bahwa segala informasi umumnya memang tidak bisa lepas dari "Subjektifitas", by nature manusia akan bosan sekali jika setiap berita atau informasi isinya "cuma angka", "cuma grafik" atau "cuma data", buktinya apa ? Jujur saja kalo belajar matematika suka mengantuk, tapi senang sekali kalo baca cerita fantasi di novel-novel atau info ngarang yg jelas anehnya tapi seru. mangkanya salah satu strategi bisnis para penyaji informasi adalah menyertakan "tafsiran" atau pendapat atas data yg disajikan, jadi kalo kita nuntut supaya informasi "cuma data doang, only objective please, jangan ada opini", basikeli that is Imposibru broh !
Nah opini inilah yg setiap penyaji informasi bisa berbeda-beda, yg benar yg mana ? Sialnya kadang yg bener baru keliatan diwaktu sudah "kelewat viral". Nah ada cara untuk segera tau benernya, tentu solusinya adalah searching lebih lanjut, tapi cara ini tentu membosankan dan kayaknya bukan solusi untuk pembaca berita cuma dari "broadcast WA" atau sosial media apapun, bukan berita dari koran, bukan tv, apalagi web khusus berita tentu bukan.
Nah makanya untuk pengguna sosial media solusi untuk hal beginian adalah dengan memfollow berbagai macam penyaji berita online, apasaja follow semua sebanyak-banyaknya, itulah yg saya lakukan. Umumnya yg saya follow adalah yg ternama dahulu, yg regional dari daerah asal, yg seputar dgn pekerjaan atau pendidikan. Lepas dari kata org "itu media tipu-tipu", atau media tertentu sangat berpihak ke golongan tertentu, itu selamanya kalo kita tidak follow dan nggak merhatiin langsung itu semua cuma jadi "katanya dan katanya". Kalau kita memang follow banyak dan berbagai macam media massa online, maka nanti yg "beda" keliatan sendiri, dan keberpihakan suatu media akan lebih terasa karena penekanannya terhadap suatu kasus memang berbeda dari yg lainnya. Dan dengan cara follow seperti ini kalo ada info hoax kita bisa segera tahu mana yg hoax karena ibarat seperti kita memasang banyak telinga dan banyak mata. Dengan memperhatikan opini dan perspektif yg begitu beragam itu juga bikin wawasan kita lebih luas, dapat melihat dari berbagai sudut pandang.
Dari banyak yg saya ikuti ada media yg terasa sekali pengaruh agama tertentu, perspektifnya itu-itu saja seolah kalo cuma follow ini kayak gak akan dengar pendapat org lain, atau beberapa media asing yg saya ikuti senang sekali membela aturan yg di negeri sana memang berlaku tapi di sini dianggap hina, ada media yg memang moderat sekali seperti gak ada ngepihak-pihaknya, ada media yg memang asalnya punya politisi, terasa sekali kampanye nya, ada media yg fanatik sekali mengidolakan tokoh tertentu yg hobi sharenya cuma yg bagusin idolanya dan share yg ngejelekin lawannya. Ketika kesadaran ini muncul baru kita berhasil membuktikan yg tadinya "katanya-katanya", baru kalo mau block atau unfollow terserah kawan-kawan semua.
Dengan follow yg "ada-ada" tersebut, hal ini membuka kesadaran saya bahwa keragaman ini ternyata terjadi di dekat sekali dgn kita, di lingkungan kampus d, fakultas teknik kayaknya memang gak serame opini bertebaran seperti cerita kawan yg soshum, sehingga perbedaan pendapat kurang terasa, dan sedikit kawan saya yg bisa diahak diskusi ttg sosial atau politik, tapi sebuah pemikiran yg terpendam ini, pasti juga sangat berbeda-beda di kawan-kawan saya, apalagi memang kampus yg begitu heterogen. Dampak selanjutnya lagi kita akan menjadi warganet yg "toleran", menyadari perbedaan opini adalah sangat dekat sekali dgn kehidupan kita dan menghargainya, tidak harus satu pendapat, kalo mau lawan yah Monggo lawan dgn bijaksana. Siapa tau awalnya cuma rajin nulis komentar, besok bisa bikin artikel, besok lusa jadi novel. Dari pada gak nulis sama sekali, opini terus cuma dipendam dan akhirnya cuma hilang tenggelam, mending diasah dan jadi bermanfaat, yg penting niat baik, cara baik dan hasil baik. Itung-itung bikin timeline sosmed bermanfaat yg isinya bukan status alay org lain gak kita kenal, foto selfie Artis Yg gak pernah kita Salamin, atau meme-meme receh yg bikin yg ketawa ikut menertawakan kerecehawannya. Wallahualam.

Rangkasbitung, 27 Januari 2018

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More